pmi@iain-jember.ac.id 081336890790

Pengembangan Masyarakat Islam. RUWATAN PEMIKIRAN MENUJU GENERASI MEDSOSUL KARIMAH

Home >Berita >Pengembangan Masyarakat Islam. RUWATAN PEMIKIRAN MENUJU GENERASI MEDSOSUL KARIMAH
Diposting : Rabu, 01 Jul 2020, 22:24:34 | Dilihat : 852 kali
Pengembangan Masyarakat Islam. RUWATAN PEMIKIRAN MENUJU GENERASI MEDSOSUL KARIMAH


Tuhan menciptakan manusia dengan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar manusia bisa saling mengenal dan bersosialisasi antara individu dengan individu yang lain. Pada era-modern seperti saat ini, manusia dalam bersosial sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dahulu mungkin jarak menjadi salah satu masalah ketika manusia ingin bersosial dengan yang lain, namun pada era-modern hal itu sudah bukan lagi sebuah masalah karena dengan berjalannya waktu manusia mengalami perkembangan ilmu dan pengetahuuan sehingga dapat menciptakan teknologi-teknologi baru hal ini tidak bisa dilepaskan dari peran akal sebagai anugerah dari Tuhan sebagai modal utama manusia menjadi khalifah fil-ardhi sehingga memiliki daya upaya untuk berpikir sehingga muncul kreativitas dan inovasi manusia dalam perkembangan teknologi dan peradaban manusia sampai munculnya media sosial sebagai salah satu hasil kreativitas dan inovasi manusia sebagai tempat manusia untuk bersosial, berkomunikasi, dan bertukar informasi agar lebih efektif dan efisien.

Media sosial merupakan sarana komunikasi yang efektif dan efisien untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Media sosial mentransfer ilmu pengetahuan, informasi aktual, nilai, dan norma kepada masyarakat dengan cepat. Seluruh informasi tersebut di sajikan dalam berbagai bentuk seperti berita, cerita atau iklan. Peran dan masa depan media sosial adalah menjaga interaksi sederhana yang lebih mudah diantara manusia. Teman yang telah kehilangan kontak dapat terhubung satu sama lain dan selalu tetap berhubungan, dapat berbicara online dengan orang lain yang berasal dari berbagai negara dan bisa mengenal budaya, bahasa, dan cara hidup mereka. Ini adalah platform terbaik untuk mengenal orang dari tradisi yang berbeda. Media sosial juga mempunyai banyak pengaturan privasi yang membantu orang untuk mengkategorikan teman atau keluarga mereka. Media ini membantu orang tersebut tetap berhubung dengan teman sepanjang waktu dan berbagi bersama. Sehingga memberikan pengaruh kuat terhadap perubahan sosial, baik terhadap pengguna itu sendiri ataupun untuk masyarakat umum. Bukan hanya itu saja, media sosial disamping sebagai tempat untuk berkomunikasi juga digunakan sebagai tempat untuk mata pencaharian beberapa orang lewat jual-beli online ataupun karya-karya seni visual yang dimuat di media sosial untuk memperoleh uang.

Akan tetapi, berkembangnya teknologi informasi tidak diimbangi pula dengan berkembangnya peradaban manusia dalam menggunakan media sosial, maksudnya adalah teknologi boleh jadi kita katakan berkembang sangat pesat namun tidak dengan peradaban atau adab dari manuisa itu sendiri yang semakin bertambahnya waktu malah mengalami kemunduran dalam soal adab dan norma sosial sampai-sampai manusia era-modern saat ini bisa kita katakan mungkin tidak memiliki batasan dalam prilakunya, manusia era-modern lebih suka melakukan apapun yang disenanginya kemudian muncul istilah hedonisme, daripada hal-hal yang sebaiknya untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan manusia lebih menggunakan nafsunya daripada akal dan hati nuraninya sehingga yang semula tujuan utama media sosial sebagai hal positif utuk memudahkan manusia untuk berkomunikasi dan bertukar informasi berubah menjadi tempat medan perang yang tidak terlihat siapa pelakunya, seperti anak kecil yang melempar petasan kemudian lari tanpa diketahui kemana dia pergi. Saat ini manusia dalam menggunakan media sosial menurut saya lebih seperti anak kecil yang masih gugup dan gagap, ketika senang-senangnya menggunakan media sosial mereka gugup dan gagap sehingga mudah marah dan salah faham terhadap apa yang ada di media sosial, karena dalam media sosial yang ada adalah komunikasi secara tertulis hal itu berbeda sekali degan komunikasi yang dilakukan secara verbal, komunikasi secara tertulis sering sekali menyebabkan kesalah fahaman dalam memahami informasi yang ada karena dalam komunikasi tertulis tidak memiliki intonasi salah tanda bacapun maksud dari informasi tersebut menjadi salah, berbeda dengan komunikasi yang terdapat intonasi sehingga dengan mudah kita faham maksud dari informasi yang disampaikan, semisal seperti kalimat “bedebah kamu ini” jika dalam komunikasi verbal maka kita lihat terlebih dahulu dari intonasi yang ada, jika yang muncul dengan nada kasar kita bisa tau bahwa itu merupakan cacian, jika disampaikan dengan intonasi rendah dan tersenyum lain lagi maknanya bisa berarti kagum terhadap seseorang disini memiliki kalimat yang sama namun dengan intonasi berbeda artinya menjadi tidak sama maksudnya,  berbedah dengan komunikasi secara tertulis kita tidak akan tau mana yang bertujuan sebagai cacian atau ungkapan kekaguman, disinilah kedewasaan kita diuji dalam menggunakan media sosial. 

Sebelumnya, coba anda perhatikan beberapa-beberapa industri yang ada di dunia, hanya ada dua industri yang menyebut pelanggannya sebagai pengguna, yaitu pengguna narkoba dan pengguna sosial media, kenapa demikian ? karena pada dasarnya mereka didesain untuk membuat orang adiksi atau ketagihan untuk terus menggunakan media sosial, sekarang kita lihat pada diri kita sendiri dalam menggunakan media sosial seberapa lama kita mampu menahan diri kita untuk tidak memegang smartphone yang kita miliki, ketika lampu notifikasi menyala dan berbunyi ting tahankah kita untuk tidak membukanya ? sepertinya tidak, mungkin dalam tidak sampai lima menitpun kita sudah tidak tahan untuk tdak membukanya, hal ini disebabkan kalau dalam IT ada istilah “TARI” Trigger, Action, Reward, dan Invesment, hal ini yang digunakan oleh industri tersebut sebagai dasar pembuatan aplikasi-aplikasi sosial media dengan tujuan membuat manusia menjadi ketagihan sehinggah menjadi habit, habit muncul dimulai dari pola pikir manusia sehingga tertanam dalam pola pikir kemudian menjadi perilaku manusia dan diulang terus-menerus setiap saat maka menjadi kebiasaan manusia, sehingga instansi dapat memperoleh uang ketika bayak manusia yang menggunakan sosial media semakin banyak.  Kalau anda masih ragu mari saya ajak berkeliling ke beberapa tempat kita mengenal restoran makanan, mereka tidak menyebut pelanggan mereka dengan pengguna makanan namun dengan pelanggan atau mungkin konsumen, kita pindah ke tempat sebelah kita mengenal kendaraan semisal sepeda motor, mobil, kereta api, kapal laut, dan pesawat terbang saya tambahkan kata “terbang” biar tidak dikira pesawat telepon nanti, mereka juga tidak menyebut orang-orang dengan sebutan pengguna kendaraan namun dengan kata pengendara kendaran dan lain sebagainya. Lalu, apakah itu buruk ? belum tentu, jika manusia aware dalam menggunakan media sosial, kalau manusia waspada dalam menggunakan media sosial hal itu mungkin tidak akan terjadi.

Semakin berjalannya waktu media sosial semakin menjadi medan perang tiada henti, hal ini terjadi karena media sosial juga digunakan oleh segelintir oknum tertentu untuk kepentingan-kepentingan mereka. Kalau saya ibaratkan media sosial seperti pisau dapur, jika pisau dapur  dipegang oleh koki yang handal maka akan menghasilkan masakan yang luar biasa sehingga masyarakat bisa menikmatinya, namun jika dipegang oleh seorang pembunuh maka yang terjadi adalah ketakutan dan ketidaknyamanan yang terjadi di masyarakat. Begitupun dengan media sosial, apabila digunakan oleh orang yang bijak dan arif maka yang timbul adalah kebahagiaan namun jika dipegang oleh oknum yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadi yang merugikan maka yang ada adalah ketakutan, ketidaknyaman, dan permusuhan dimana-mana. Saat ini sudah banyak muncul kisruh-kisruh di Media Sosial yang terjadi akibat munculnya ulah dari oknum tertentu dengan menebar isu-isu bersifat mengadu domba golongan dan isu-isu kebohongan atau sering kita sebut dengan hoax untuk mencapai kepentingan mereka. Hoax sendiri merupakan berita yang tidak semestinya namun dimasak kemudian dikemas dengan kemasan yang terlihat benar, masyarakat indonesia saat ini juga lebih sering melihat segala sesuatu berdasar kepada kemasan daripada dari isinya. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan pengguna sosial media saat ini untuk mengolah informasi yang ada dan dengan mudah langsung memakan informasi yang datang tanpa dimasak terlebih dahulu sehingga faham benar tentang isi dan arah datangnya sehingga layak atau tidak untuk diterima dan disebarkan.

Seperti api yang menjalar, sangat sulit sekali pada zaman sekarang membendung terjadinya hoax di media sosial. Jika kita ingin memngobati segala sesuatu maka kita harus mengerti terlebih dahulu apa penyebab dari penyakit tersebut, begitupula dengan hoax kita harus tau terlebih dahulu apakah itu hoax atau bukan dan disinilah kita tidak mengerti bagaimana mengidentifikasi apakah informasi tersebut itu hoax atau bukan sehingga yang terjadi adalah salah obat dalam melawan virus hoax tersebut. Sudah banyak cara dilakukan baik oleh pemerintah ataupun oleh aktivis media sosial yang melawan adanya fake news, tetap saja arus hoax tidak bisa dibendung bahkan ada satu cara yang dikira mampu membendung arus hoax yang digalakkan oleh aktivis-aktivis saat ini melawan hoax dengan juga menyebar postingan-postingan dengan ujaran kebaikan di media sosial sebagai penangkal dari hoax tersebut. Namun ekspetasi yang dinginkan tidak sesuai dengan realitas yang terjadi, menurut saya yang terjadi bukan terbendungnya hoax malah yang terjadi adalah keabu-abuan, kebingungan, dan ketidakjelasan di media sosial, karena masing-masing pihak saling klaim bahwa dirinya yang benar, yang satu mengklaim bahwa ujarannya adalah yang paling benar dan disatu sisi juga memberikan ujaran yang menurutnya benar pula, jadi yang tersaji di media sosial adalah ketidakfahaman kita untuk memperoleh mana yang benar dan mana yang tidak. Jika diibaratkan dalang, seorang dalang melawan dalang yang lain akan sulit sekali kita untuk memperoleh keputusan akhir, namun berbeda jika media sosial ada seorang pawang yang bisa mengkondisikan dua dalang yang bertarung maka disitu akan muncul hasil yang jelas mungkin inilah peran pemerintah yang harusnya berposisi sebagai pawang bukan malah ikut menjadi dalang. Seperti ini misal, ketika muncul suatu informasi dalam bidang perekonomian dari suatu situs maka para pengguna media sosial dalam mengolah informasi tidak memiliki sumber data yang valid untuk dijadikan rujukan sebagai klarifikasi atau tabayyun, maka dari itu disinilah peran pemerintah sebagai pawang harus langsung memberikan klarifikasi tentang isu perekonomian yang terjadi sehingga tidak muncul kebingungan pada masyarakat tentang apakah benar apakah tidak. 

Lalu bagaimana solusinya ? adakah ? atau mungkin harus pasrah ? tidak, Tuhan saja tidak akan memberikan sebuah penyakit tanpa menghadirkan sesosok penyembuh dibaliknya, begitupun dengan masalah hoax dibalik itu pasti ada sosok penyembuhnya dan mungkin itu adalah kita sebagai mahasiswa. Mahasiswa yang katanya agent of change harus berposisi menjadi solutif  bukan malah menjadi masalah tambahan, mahasiswa harus berdikari kembali dengan idealismenya dan kedaulatan akal, sehingga yang muncul bukan hanya sebatas kata-kata yang setiap tahun menjadi jargon para mahasiswa baru tetapi tertanam kuat dalam hati perjuangan mahasiswa untuk perkembangan bangsa indonesia dan menumpas kedzaliman yang terjadi. Banyak cara mungkin yang ditawarkan sebagai upaya solutif untuk melawan isu-isu hoax, namun dari data yang ada, yang terjadi malah kebingungan kita dalam membaca keadaan di media sosial. Menurut saya hal utama yang harus dilakukan kita sebagai mahasiswa adalah meruwat atau merubah, menata, mengolah sudut pandang, sisi pandang, resolusi pandang, dan jarak pandang yang lama menjadi pemahaman baru yang lebih arif dan bijaksana terhadap segala informasi yang kita terima sehingga muncul kedewasaan dalam bersosial media. Kenapa demikian, saya menganalogikan seperti kita mengunjungi undangan prasmanan, disitu kita akan disugukan oleh banyaknya makanan-makanan yang bebas kita ambil untuk dikonsums, jika anak kecil maka dia akan mengambil makanan sesukanya atau mungkin semua makanan itu akan dicoba sebagai imbas rasa keingintahuan akan sesuatu namun berbeda dengan orang dewasa, orang dewasa dalam mengambil makanan akan memikirkan berbagai aspek seperti kesehatan sehingga orang dewasa tidak akan mengambil makanan berdasarkan sesukannya melainkan berdasarkan apa yang baik bagi dirinya, begitupun dengan pengguna media sosial jika tetap menjadi seperti anak kecil maka akan mengambil seluruh informasi yang ada tanpa melakukan pemilahan secara arif dan bijaksana, maka berdewasalah dalam bermedia sosial dengan memilah informasi yang bisa diambil berdasarkan akal sehat dan kedaulatan dalam dirimu, karena tidak ada lagi cara untuk membuat sebuah penangkal selain dari diri sendiri sehingga nantinya, kita muncul sebagai generasi pembaharu cuaca dengan paradigma baru dan terwujudnya medsosul karimah yang menebar kearifan dan kebajikan sehingga terwujudnya masyarakat yang harmonis dalam media sosial. (farhan/adji santoso)

Berita Terbaru

MAHASISWA PMI IKUT AKSI PENANAMAN 1000 POHON DI DESA SUCI
30 Dec 2023By oprpmi
WEBINAR: MENYIAPKAN PENGGERAK PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG PROFESIONAL
30 Dec 2023By oprpmi
KULIAH TAMU: PENGUATAN KAPASISTAS MAHASISWA PMI DALAM PROSES PENYULUHAN SOSIAL
30 Dec 2023By oprpmi

Agenda

Informasi Terbaru

Belum ada Informasi Terbaru

Lowongan

;